BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Petani di Indonesia saat ini sedang
dikeributi masalah yaitu organism penggangu tanaman. Tidak sedikit petani yang
dirugikan akibat serangan OPT yang sangat tak terkendali. Bahkan terkadang
petani sangat kesulitan untuk menyelamatkan tanaman-tanamannya agar tidak
rusak. Bahkan dalam skala industri pun sudah merasakan dampak dari serangan
OPT. untuk lebih lanju OPT ini lebih kita sebut dengan hama dan penyakit
tanaman. Salah satu contoh hama banyak dari kelas serangga, walaupun hanya
sebagian serangga yang berperan menjadi hama. Sedangkan contoh dari penyakit
yaitu dari bakteri, jamur, virus, dan nematoda (Dirjen Bina Produksi Tanaman,2002)
Sesuai konsep Pengendalian Hama Terpadu
(PHT), penggunaan pestisida ditujukan bukan untuk memberantas atau membunuh
hama, namun lebih dititik beratkan untuk mengendalikan hama sedemikian rupa
hingga berada dibawah batas ambang ekonomi atau ambang kendali. Selama ini,
kita mengetahui bahwa pestisida sangat berguna dalam membantu petani merawat
pertaniannya. Pestisida dapat mencegah lahan pertanian dari serangan hama. Hal
ini berarti jika para petani menggunakan pestisida, hasil pertaniannya akan
meningkat dan akan membuat hidup para petani menjadi semakin sejahtera. Dengan
adanya pemahaman tersebut, pestisida sudah digunakan di hampir setiap lahan
pertanian.
Pestisida kimia merupakan salah satu
upaya pengendalian hama. Penggunaan pestisida kimia tersebut dilakukan dengan
cara penyemprotan (untuk formulasi cair), pengabutan (untuk formulasi serbuk)
maupun penebaran (untuk formulasi
granuler). Penggunaan pestisida kimia disukai petani
karena hasilnya dapat segera dilihat, pelaksanaannya mudah dan praktis serta
dapat dibeli dengan mudah di toko/kios sarana pertanian di pedesaan. Walaupun
pestisida kimia ini merupakan bahan kimia yang berbahaya dan beracun bagi
kesehatan petani, konsumen, musuh alami dan bagi lingkungannya. Oleh karena
itu, penggunaan pestisida oleh petani harus hati-hati, bijaksana dan dibatasi
serta aplikasinya mengikuti prinsip 5 tepat yaitu tepat jenis, tepat dosis,
tepat cara, tepat sasaran, tepat waktu serta tepat tempat (Mugnisjah, 1995)
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA
Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama,
sedangkan cide berarti membunuh. Pestisida mencakup bahan kimia yang digunakan
untuk mengendalikan populasi jasad hidup merugikan manusia, serta tumbuhan,
ternak dan sebagainya yang diusahakan manusia untuk kesejahteraan hidupnyan
agar kerugian dan gangguan dapat ditekan seminim mungkin (Mulyani, dan Sumatera,
1982).
Berbagai pestisida yang dikenal terutama dibidang pertanian,
kesehatan masyarakat dan kesehatan veteriner adalah insektisida (racun
serangga), fungisida (racun cendawan/jamur), herbisida (racun gulma), akarisida
(racun tungau dan caplak), rodentisida (racun binatang pengerat), nematisida
(racun nematode), termitisida (racun rayap), helmitisida (racun
cacing) dan lain – lain . Penggolongan umum pestisida menurut matsumura
(1985) dibedakan menjadi kelompok insektisida, activator/sinergis, pembawa/pencampur/perata,
atraktan, repelen, pengatur tumbuhan, kemmosterilan, penghalang sintesis
khitin. Sedangkan asal pestisida bias berupa pestisida sintetik dan organic.
Golongan bias berupa arsen, flourida, hidrokarbon berklor, nitrofenol.
Penggolongan pestisida berdasarkan cara masuk: Kulit,
biasanya disebut sebagai racun kontak. Melalui mulut dan saluran
makanan.Melelui pernafasan (fumigan).Pestisida dapat digolongkan sebagai: Racun
sistemik, artinya racun yang dapat diserap melalui system organisme misalnya
melalui akar atau daun kemudian diserap kedalam jaringan tanaman yang akan
bersentuhan atau dimakan oleh hama sehingga akan terjadi keracunan.Racun
kontak, langsung dapat diserap melalui kulit pada saat pemberian pestisida atau
dapat pula organ target keracunan karena adannya residu beberapa waktu setelah
penyemprotan formulasi pestisida (Pracaya, 1993 ).
Pestisida adalah bentuk teknis
sebelum digunakan perlu diformulasikan dahulu. Formulasi pestisida merupakan
hasil pengolahan yang ditujukan untuk meningkatkan sifat-sifat yang berhubungan
dengan keamanan, penyimpanan, penanganan penggunaan, dan efektifitas pestisida.
Formulasi pestisida yang umum saat ini adalah: EC (emulsifiable concentrate),
merupakan larutan pekat pestisida yang diberi pengemulsi untuk memudahkan
penyampurannya yaitu agar terjadi suspensi dari butiran butiran kecil minyak
dalam air, S (solution, larutan dalam air), WP (wettable powder) merupakan
bahan kimia yang berbentuk tepung dan diberi bahan yang memudahkan larut dalam
air, F (Flowtable Suspension) insektisida dicampur dengan dust pengencer dan
sedikit air sehingga partikel tidak mengeras dan mudah bercampur air, SP (water
soluble powder) adalah bahan insektisida yang berbentuk bubuk atau pellet dan
kadang diberi campuran dust dan wetting
agent, ULV (Ultra Low Volume Concentrate) adalah insektisida yang dilarutkan
kedalam sedikit pelarut yang tidak memerlukan pengencern lagi. Biasanya ULV
digunakan pada areal yang sangat luas,
Dust merupakan pestisida bentuk debu, tepung yang merupakan Formulasi pestisida
yang disederhanakan tanpa perlu diencerkan, G (Granular atau butiran), FM,
Fertilizer Mix yaitu merupakan campuran pestisida dan pupuk( Pracaya, 1993 ).
BAB III METODELOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari
selasa 29 November 2016 pukul 14.00 sampai selesai wita. Bertempat di
laboratorium mikrobiologi fakultas pertanian universitas mataram.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Praktikum
Adapun alat yang digunakan dalam
praktikum ini yaitu alat tulis menulis
3.2.2
Bahan Praktikum
Bahan yang digunakan dalam praktikum
ini antara lain : pupuk kimia dan pupuk
organik berbentuk tepung, cair, pasta, butiran, dan lain – lain.
3.3 Prosedur Kerja
1.
Di siapkan alat dan bahan yang
akan digunakan
2. Disediakan
Insektisida diatas meja praktikum
3. Dicatat keterangan yang tertera pada pestisida.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Praktikum
4.2 Pembahasan
Pada pengendalian penyakit mengenal
istilah formulasi,suspensi dan emulsi.
Formulasi adalah campuran bahan aktif dengan bahan lainnya dengan kadar
dan bentuk tertentu yang mempunyai daya kerja sebagai Pestisida sesuai dengan
tujuan yang direncanakan. Pestisida
dalam bentuk teknis (technical grade) sebelum digunakan perlu diformulasikan
dahulu. Formulasi pestisida merupakan pengolahan (processing) yang ditujukan
untuk meningkatkan sifat-sifat yang berhubungan dengan keamanan, penyimpanan,
penanganan (handling), penggunaan, dan keefektifan pestisida. Pestisida yang
dijual telah diformulasikan sehingga untuk penggunaannya pemakai tinggal
mengikuti petunjuk-petunjuk yang diberikan dalam manual, yang dimaksud dengan
formulasi (formulated product), ialah komposisi dan bentuk pestisida yang
dipasarkan. Pestisida yang terdapat dipasaran umumnya tidaklah merupakan bahan
aktif 100%, karena selain zat pengisi atau bahan tambahan yang tidak aktif
100%, karena selain zat pengisi atau bahan tambahn yang tidak aktif (inert
ingridient) juga da yang berisi campuran dari 2 atau lebih pestisida. Emulsi pekat (emulsible atau emulsifiable
concentrates, EC.) adalah larutan pekat pestisida yang diberi emulsifier (bahan
pengemulsi) untuk memudahkan penyampurannya yaitu agar terjadi suspensi dari
butiran-butiran kecil minyak dalam air. Suspensi minyak dalam air ini merupakan
emulsi. Bahan pengemulsi adalah sejenis detergen (sabun) yang menyebabkan
penyebaran butir- butir kecil minyak secara menyeluruh dalam air pengencer.
Emulsi pekat dibuat dalam dua sediaan, yaitu kepekatan rendah (1-10% bahan
aktif), dan kepekatan tinggi (10-80% bahan aktif . Suspensi merupakan beberapa bahan aktif
pestisida hanya larut pada pelarut organik tertentu. Untuk mengatasi hal ini
bahan murninya harus dicampur dengan serbuk tertentu dan sedikit air sehingga terbentuk campuran pestisida dengan
serbuk halus yang basah. Campuran ini dapat bercampur rata jika dilarutkan di
dalam air sebelum disemprotkan(Marwoto, 1992)
Menurut cara kerja(gerak)
insektisida/pestisida pada tanaman setelah diaplikasikan, dapat dibedakan
menjadi :
a) Insektisida
sistemik
Insektisida
sistemik diserap oleh organ-organ tanaman, baik lewat akar, batang atau daun.
Selanjutnya, insektisida sistemik tersebut mengikuti gerakan cairan tanaman dan
ditrasportasikan ke bagian-bagian tanaman lainnya, baik ke atas (akropetal)
atau ke bawah (basipetal), termasuk ke tunas yan baru tumbuh. Contoh
insektisida sistemik adalah furatiokarb, fosfamidon, isolan, karbofuran, dan
monokrotofos.
b) Insektisida
nonsistemik
Insektisida nonsistemik setelah
diaplikasikan (misalnya disemprotkan) pada tanaman sasaran tidak diserap oleh jaringan
tanaman, tetapi hanya menempel di bagian luar tanaman. Contoh insektisida
adalah dioksikarb, diazinon, diklorvos, profenofos, dan quinalfos
(Djojosumarto, 2008).
Menurut cara masuk insektisida ke dalam
tubuh serangga sasaran dibedakan menjadi tigakelompok insektisida sebagai
berikut:
a) Racun lambung
(racun perut, stomach poison)
Adalah
insektisida-insektisida yang membunuh serangga sasaran bila insektisida
tersebut masuk ke dalam organ pencernaan serangga dan diserap oleh dinding
saluran pencernaan. Selanjutnya, insektisida tersebut dibawa oleh cairan tubuh
serangga ke tempat sasaran yang mematikan (misalnya ke susunan syaraf
serangga). Oleh karena itu, serangga harus terlebih dahulu memakan tanaman yang
sudah disemprot dengan insektisida dalam jumlah yang cukup untuk membunuhnya.
b) Racun kontak
Racun kontak
adalah insektisida yang masuk ke dalam tubuh serangga lewat kulit
(bersinggungan langsung). Serangga hama akan mati bila bersinggungan (kontak
langsung) dengan insektisida tersebut.
c) Racun
pernapasan
Adalah insektisida yang bekerja lewat
saluran pernapasan. Serangga hama akan mati bila menghirup insektisida dalam
jumlah yang cukup(Triharso, 2004).
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Menurut cara kerja
( gerak ) insektisida/pestisida dibagi menjadi Insektisida
sistemik
dan non sistemik
2. Menurut cara
masuk insektisida ke dalam tubuh serangga sasaran tiga kelompok insektisida yaitu : Racun lambung
(racun perut, stomach poison), Racun kontak dan racun pernapasan.
DAFTAR PUSTAKA
Djojosumarto, P . 2008. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius.
Yogyakarta.
Marwoto. 1992. Pestisida kimia.
Erlangga: Jakarta.
Matsumura. 1985. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Gadjah
Mada University Press : Yogyakarta
Mulyani, S. dan
M. Sumatera. 1982. Masalah Residu Pestisida
pada Produk Hortikultura. Simposium Entomologi, Bandung 25 – 27 September
1982.
Pracaya.1993.
Hama dan Penyakit Tanaman. Penebas
Swadaya. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar